Analistik Teori Heuristik dan Hermeneutik Puisi Karya Dian Hartati
MAKALAH
ANALISIS
PENDEKATAN TEORI RIFFATERRE
(HEURISTIK
& HERMENEUTIK )
DALAM PUISI KARYA “ DINI HARTATI”
EDISI 7 OKTOBER 2013 JAWA POS
Disusun guna untuk memenuhi tugas Teori sastra
Oleh :
ARY NURYANTI
130210402067
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS JEMBER
2012-2013
DAFTAR ISI
Judul
Daftar Isi .................................................................................................................... i
Kata Pengantar........................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah ............................................................................... 1
1.2
Rumusan
Masalah ......................................................................................... 3
1.3
Tujuan
............................................................................................................ 3
1.4
Manfaat
.......................................................................................................... 3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Landasan Teori ............................................................................................. 4
2.2 Lampiran Puisi-puisi “Dian Hartati” ........................................................... 6
2.3
Analisis Pembacaan Heuristik
2.3.1 Puisi
“Pendopo”
.............................................................................. 9
2.3.2
Puisi “ Weh” ..................................................................................... 10
2.3.3
Puisi “ Berbagi Meja”...................................................................... 11
2.4 Analisis Hermeneutik
2.4.1 Puisi
“Pendopo”............................................................................... 12
2.4.2
Puisi “ Weh”...................................................................................... 14
2.4.3
Puisi “ Berbagi Meja”...................................................................... 16
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan........................................................................................................... 18
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................................ ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Puisi
merupakan salah satu bentuk karya sastra yang mempunyai banyak makna yang
terkandung di dalamnya. Dalam membedakan makna tersebut tergantung pembaca
puisi mengartikan puisi tersebut menggunakan teori semiotik atau teori lain.
Puisi merupakan ungkapan perasaan penulis yang diterjemahkan dalam susunan
kata-kata yang indah, membuat bait-bait berirama dan memiliki makna yang dalam.
Puisi dari segi penulisan, diartikan sebuah karya sastra dengan bahasa yang
dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemlihan
kata-kata kias atau imajinatif. Tampak jelas bahwa pemilihan atau penggunaan
kata-kata dalam puisi bukan merupakan kata-kata yang biasa kita gunakan dalam
percakapan sehari-hari. Dalam puisi menggunakan kata yang memiliki kekuatan
dalam pengucapannya dan juga makna yang luas seperti kata-kata berkonotasi. Hal
ini menyebabkan puisi menjadi lebih susah dimengerti karena ada makna yang
harus dibongkar berdasarkan pemikiran penyair.
Alasan penulis memilih Puisi karya
“Dian Hartati” karna beliau merupakan salah satu sastrawan terkenal yang
mencintai puisi dan buku. Beliau pernah Mendapatkan berbagai
penghargaan penulisan karya sastra, salah satunya Anugerah Sastra
Jurdiksatrasia (2006). Kegiatan sastra yang pernah diikuti di antaranya:
Temu Penyair Muda Bali-Jawa Barat (2005), Temu Sastrawan se-Kampung Nusantara
(2006), Forum Penyair Empat Kota: Padang, Bandung, Yogya, Denpasar (2007),
Sastra Balik Desa (2008), Baca Puisi Lintas Generasi (2008), Temu Penyair Mitra
Praja Utama (2008), Forum Baca Puisi Tiga Penyair Perempuan Indonesia (2009),
Temu Sastrawan Indonesia II (2009), Ubud Writers & Readers Festival
(2009), Forum Sastra Indonesia Hari Ini: Jawa Barat (2010), Fokus Sastra
(2010).
Beliau lahir di
Bandung, 1983 menyelesaikan pendidikan di Universitas Pendidikan Indonesia.
Puisinya tersebar di berbagai media dan puluhan antologi bersama. Kumpulan
puisi tunggalnya berjudul Kalender Lunar (Dian Rakyat, 2011).
Penyunting buku fiksi anak dan remaja ini mengelola blog sudutbumi.wordpress.com
dan mikro blog kalenderlunar.tumblr.com.
Puisi karya “Dian Hartati” yang
berjudul “Angin Air Asin” , “Weh”, dan
Berbagi Meja” menceritakan suatu peristiwa yang pernah terjadi pada
dirinya. Puisi tersebut menceritakan sebuah tempat yang bersejarah, yang
menyimpan begitu banyak kenangan pengarang bersama kekasihnya. Kata- kata yang
digunakan penyair dalam puisi tersebut sulit untuk di pahami. Kata-katanya yang
sulit untuk di tebak dan sulit di pahami maknanya, untuk memahami makna dari
puisi tersebut pembaca harus mengartikan keseluruhan dari isi puisi.
Puisi ini akan dianalisis dengan
menggunakan pendekatan semiotik model “Riffaterre” berdasarkan pembacaan
heuristik dan hermeneutiknya. Pembacaan heuristik adalah pembacaan yang
didasarkan pada konvensi bahasa, yakni menurut sistem semiotik tingkat pertama.
Pembacaan heuristik ditujukan untuk menemukan arti bahasanya. Pembacaan
heuristik dalam hal ini adalah pembacaan tata bahasa ceritanya, yaitu pembacaan
dari awal sampai akhir cerita secara berurutan. Pembacaan hermeneutik adalah
pembacaan yang didasarkan pada konvensi sastra, yakni menurut system semiotik
tingkat kedua.
Dalam makalah ini penulis akan
menganalisis 3 buah puisi karya “ Dian
Hartati” yang pernah dimuat dalam koran jawa Pos (7 oktober 2012) yang berjudul
Angin Air Asin, weh, Berbagi meja.
Puisi tersebut akan dianalisis menggunakan teori Riffaterre
berdasarkan pembacaan “ Heuristik dan Hermeneutik” .
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian diatas ,ada
beberapa hal yang menjadi objek dalam kajian ini adalah sebagai berikut :
a.
Bagaimana kandungan makna puisi “Dini
hartati” tersebut berdasarkan pembacaan
heuristik dan hermeneutik?
1.3
Tujuan
Berdasarkan rumusan
masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. mengungkapkan
makna yang terkandung pada “Dini Hartati” berdasarkan pembacaan heuristik dan
hermeneutik.
1.4
Manfaat
Hasil Analisis puisi ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pembaca, khususnya pembaca dibidang sastra berupa pemahaman mengenai kandungan makna puisi “ Dini Hartati ” yang berjudul “Pendopo , Berbagi Meja, Weh ” berdasarkan pembaca heuristic dan hermeneutic.
Hasil Analisis puisi ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pembaca, khususnya pembaca dibidang sastra berupa pemahaman mengenai kandungan makna puisi “ Dini Hartati ” yang berjudul “Pendopo , Berbagi Meja, Weh ” berdasarkan pembaca heuristic dan hermeneutic.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Landasan Teori
Karya sastra hadir dalam dua bentuk, yaitu sastra lisan dan sastra tulis. Teeuw mengemukakan bahwa sastra tulis tidak mengemukakan komunikasi secara langsung antara pencipta dan pembaca sedangkan sastra lisan biasanya berfungsi sebagai sastra yang dibacakan atau yang dibawakan bersama-sama. Semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini berpandangan bahwa fenomena sosial dan budaya pada dasarnya merupakan himpunan tanda-tanda. Semiotik mengkaji sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut memiliki arti. Dua tokoh penting perintis ilmu semiotika modern, yaitu charles shanders peirce (139-1914) dan ferdinand de saussure (1857-1913) mengemukakan beberapa pendapat mereka mengenai semiotik. Saussure menempilkan semiotik dengan membawa latar belakang ciri-ciri linguistik yang diistilahkan dengan semiologi, sedangkan pierce menampilkan latar belakang logka yang diistilahkan dengan semiotik. Pierce mendudukan semiotik pada berbagai kajian lmiah. Dalam penelitian ini, konsep semiotic yang akan digunaan adalah konsep yang didasarkan pada pemikiran riffaterre. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa konsep semiotic yang dikembangkan oleh riffaterre, penulis anggap lebih tepat diterapkan dalam penelitian ini.
Mengenai Puisi Riffaterre menganggap bahwa sebenarnya ia merupakan suatu aktivitas bahasa. Dalam puisi ada ‘sesuatu’ yang ingin disampaikan, ada pesan yang ingin diungkapkan. Dengan kata lain, puisi berbicara tentang ‘sesuatu’ tertentu. Akan tetapi, dalam menyampaikan atau membicarakan sesuatu tersebut, puisi menggunakan maksud yang lain, puisi berbicara secara tidak langsung. Sebenarnya bahasa yang digunakan dalam puisi pun adalah bahasa sehari-hari. Namun demikian, tatanan dan ‘bentuk’ penghadiran bahasa puisi berbeda dengan bahasa umum sehari-hari.Dalam kaitannya dengan konsep estetik bahasa puisi, Riffattere (1978:1) mengungkapkan ada satu ciri penting dalam puisi, yaitu bahwa “puisi mengekspresikan konsep-konsep dan benda-benda secara langsung. Sederhananya, puisi mengatakan satu hal dengan maksud hal lain.” Hal ini pula yang membedakan bahasa puisi dengan bahasa umum, bahasa sehari-hari.
Ada tiga hal yang memengaruhi terjadinya keberbedaan wujud atau penggunaan bahasa dalam puisi dengan penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari, yang menimbulkan ketidaklangsungan semantik dalam puisi.
Ketidaklangsungan ekspresi itu menurut Riffaterre disebabkan oleh tiga hal,
yaitu penggantian arti (displacing of meaning ), penyimpangan arti (distorting
of meaning), dan penciptaan arti (creating of meaning).
A. Penggantian Arti (Displacing of Meaning)
Penggantian arti ini disebabkan oleh penggunaan metafora dan metonimi dalam
karya sastra. Metafora dan metonimi dalam arti luasnya untuk menyebut bahasa
kiasan pada umumnya. Metafora itu bahasa kiasan yang menggunakan atau mengganti
sesuatu hal yang tidak menggunakan kata perbandingan ; bagai, seperti, bak, dan
sebagainya.
B. Penyimpangan Arti (Distorting of Meaning)
Riffaterre menyatakan bahwa penyimpangan arti itu disebabkan oleh tiga hal,
yaitu ambiguitas, kontradiksi, dan nonsense. Ambiguitas dapat berarti kegandaan arti sebuah kata,
frase, ataupun kalimat. Kedua, kontradiksi berarti mengandung pertentangan,
berlawanan. Ketiga, nonsense adalah ‘kata-kata’ yang secara linguistik
tidak memiliki arti, hanya berupa rangkaian bunyi dan tidak terdapat dalam
kamus.
C. Penciptaan Arti (Creating of Meaning)
Penciptaan arti ini merupakan mengorganisasian teks, di luar linguistik. Di
antaranya pembaitan, enjambemen, persajakan (rima), tipografi, dan homologues.
Julia Kristeva (dalam Pradopo.2003:78) mengemukakan bahwa tipe teks itu,
termasuk sastra merupakan mosaik kutipan-kutipan dan merupakan penyerapan serta
transformasi teks-teks lain.
2.2 Lampiran
Puisi-puisi “ Dini Hartati ”
Pendopo
Kami memilih singgah
Berusaha membangkitkan kenangan
Anak-anak sudah beranjak dewasa
Satu per satu meninggalkan rumah
Di kursi kayu
Kami menemukan keriangan si sulung
Dia pernah merayakan ulang tahun
Bersama laki-laki yang kini jadi suaminya
Di meja sebelah kanan dekat pintu
Kami masih merasakan kehangatan ruangan
Hari telah malam
Lantai masih berdansa dengan bahagia
Kala itu kami merayakan hari kelulusan si bungsu
Saat ini sore telah mengaduk-ngaduk warnanya
Senja yang berbeda karena mata kami kian lamur
Hujan di luar dan jemputan belum datang
Kami tak bisa berbuat apa-apa
Hanya cinta yang membuat kami bertahan
Dalam badai sekalipun
***
Bumiwangi, 2012
Berusaha membangkitkan kenangan
Anak-anak sudah beranjak dewasa
Satu per satu meninggalkan rumah
Di kursi kayu
Kami menemukan keriangan si sulung
Dia pernah merayakan ulang tahun
Bersama laki-laki yang kini jadi suaminya
Di meja sebelah kanan dekat pintu
Kami masih merasakan kehangatan ruangan
Hari telah malam
Lantai masih berdansa dengan bahagia
Kala itu kami merayakan hari kelulusan si bungsu
Saat ini sore telah mengaduk-ngaduk warnanya
Senja yang berbeda karena mata kami kian lamur
Hujan di luar dan jemputan belum datang
Kami tak bisa berbuat apa-apa
Hanya cinta yang membuat kami bertahan
Dalam badai sekalipun
***
Bumiwangi, 2012
Dimuat Jawa Pos, 7 Oktober 2012
Weh
Dermaga jawabannya
Tempat terakhir kita berpelukan
Menitipkan air mata pada masing-masing cerita
Ini pulau terujung
Dan kita hanya dapat menyaksikan benteng peninggalan
Aku pergi mengikuti arus laut
Sampai ke daratan india
Meninggalkan kehangatan cinta
Tak ada lagi ciuman
Semuanya telah hilang
Bersama arus biru
Mengawang melesatkan tanda tanya
***
Dian Hartati
Bumiwangi, 2012
Dimuat Jawa Pos, 7 Oktober 2012
Tempat terakhir kita berpelukan
Menitipkan air mata pada masing-masing cerita
Ini pulau terujung
Dan kita hanya dapat menyaksikan benteng peninggalan
Aku pergi mengikuti arus laut
Sampai ke daratan india
Meninggalkan kehangatan cinta
Tak ada lagi ciuman
Semuanya telah hilang
Bersama arus biru
Mengawang melesatkan tanda tanya
***
Dian Hartati
Bumiwangi, 2012
Dimuat Jawa Pos, 7 Oktober 2012
Berbagi Meja
Kali ini saja
Aku berbagi meja dengannya
Menuangkan kenangan yang sama
Gurat kesakitan akan selalu terbayang
Sampai kita sama-sama dapat melupakan waktu
Suara-suara memenuhi telinga
Senyuman itu membuat suasana panorama berubah
Aku memandang sekeliling
Tak ada wajahmu
Hanya campuran udara panas dan asing
Aku tak dapat menahan segala kesakitan
Sebaiknya kita segera meninggalkan
Ruangan ini
***
Dian Hartati
Bumiwangi, 2012
Puisi ini dimuat Jawa Pos, 7 Oktober 2012
Aku berbagi meja dengannya
Menuangkan kenangan yang sama
Gurat kesakitan akan selalu terbayang
Sampai kita sama-sama dapat melupakan waktu
Suara-suara memenuhi telinga
Senyuman itu membuat suasana panorama berubah
Aku memandang sekeliling
Tak ada wajahmu
Hanya campuran udara panas dan asing
Aku tak dapat menahan segala kesakitan
Sebaiknya kita segera meninggalkan
Ruangan ini
***
Dian Hartati
Bumiwangi, 2012
Puisi ini dimuat Jawa Pos, 7 Oktober 2012
2.3 Analisis Pembacaan Heuristik puisi “Dian Hartati”
2.3.1 Analisis Heuristik Puisi Dian Hartati “Pendopo
“
Pendopo
Kami memilih (untuk) singgah
Berusaha membangkitkan kenangan (waktu dulu)
(Kini) anak-anak (ku) sudah beranjak (menjadi) dewasa
(Dan) satu per satu (pergi) meninggalkan rumah
Di kursi kayu (itu)
Kami menemukan keriangan (keceriaan) si sulung (anaknya kedua)
Dia pernah merayakan ulang tahun (di pendopo Ini)
Bersama laki-laki yang kini jadi suaminya
Di meja sebelah kanan dekat pintu (itu)
Kami masih merasakan kehangatan ruangan (Ini)
(Saat itu ) hari telah malam
Lantai (pun) masih (terlihat) berdansa dengan bahagia
Kala itu kami merayakan hari kelulusan si bungsu
Saat ini sore (pun) telah mengaduk-ngaduk warnanya
Senja yang berbeda karena mata kami kian lamur
Hujan di luar dan jemputan belum datang
(Membuat) kami tak bisa berbuat apa-apa
Hanya cinta yang (dapat) membuat kami bertahan
Dalam badai sekalipun
Berusaha membangkitkan kenangan (waktu dulu)
(Kini) anak-anak (ku) sudah beranjak (menjadi) dewasa
(Dan) satu per satu (pergi) meninggalkan rumah
Di kursi kayu (itu)
Kami menemukan keriangan (keceriaan) si sulung (anaknya kedua)
Dia pernah merayakan ulang tahun (di pendopo Ini)
Bersama laki-laki yang kini jadi suaminya
Di meja sebelah kanan dekat pintu (itu)
Kami masih merasakan kehangatan ruangan (Ini)
(Saat itu ) hari telah malam
Lantai (pun) masih (terlihat) berdansa dengan bahagia
Kala itu kami merayakan hari kelulusan si bungsu
Saat ini sore (pun) telah mengaduk-ngaduk warnanya
Senja yang berbeda karena mata kami kian lamur
Hujan di luar dan jemputan belum datang
(Membuat) kami tak bisa berbuat apa-apa
Hanya cinta yang (dapat) membuat kami bertahan
Dalam badai sekalipun
2.3.2 Analisis Heuristik Puisi Dan
Hartati “ WEH”
WEH
Dermaga (menjadi) jawabannya
(Disinilah ) Tempat terakhir kita (aku dan kamu) berpelukan
(Dan) Menitipkan air mata pada masing - masing cerita (kisah)
Ini (lah) pulau terujung ( pulau weh )
Dan kita hanya dapat menyaksikan (sebuah) benteng peninggalan (dermaga)
Aku (akan) pergi mengikuti arus laut (waktu)
(agar ) Sampai ke daratan india
( Dan ) Meninggalkan (semua) kehangatan (kenangan) cinta ( kita)
(Kini) Tak ada lagi ciuman ( tanda sayang darimu )
Semuanya telah hilang (pergi) terbawa
Bersama arus biru (yang)
Mengawang melesatkan (menimbulkan sebuah) tanda tanya (pertanyaan)
(Disinilah ) Tempat terakhir kita (aku dan kamu) berpelukan
(Dan) Menitipkan air mata pada masing - masing cerita (kisah)
Ini (lah) pulau terujung ( pulau weh )
Dan kita hanya dapat menyaksikan (sebuah) benteng peninggalan (dermaga)
Aku (akan) pergi mengikuti arus laut (waktu)
(agar ) Sampai ke daratan india
( Dan ) Meninggalkan (semua) kehangatan (kenangan) cinta ( kita)
(Kini) Tak ada lagi ciuman ( tanda sayang darimu )
Semuanya telah hilang (pergi) terbawa
Bersama arus biru (yang)
Mengawang melesatkan (menimbulkan sebuah) tanda tanya (pertanyaan)
2.3.3 Analisis Puisi Heuristik Dian Hartati “Berbagi
Meja”
Berbagi Meja
Kali
ini saja
Aku (mau) berbagi meja (tempat) dengannya
(dan) Menuangkan (sebuah) kenangan yang sama (sewaktu aku bersama kamu)
Gurat kesakitan (bersamamu) akan selalu terbayang (dalam anganku)
Sampai kita sama-sama dapat melupakan waktu (masa lalu kita)
(terdengar ) Suara-suara ( mu) memenuhi telinga (ku)
Senyuman (mu) itu membuat( suasana ) panorama (alam) berubah
Aku memandang sekeliling(ku)
(Tak ada kamu ) (dan) Tak ada wajahmu (yang dulu selalu terlihat disini)
(kini) Hanya campuran udara (yang) panas dan asing (bagiku)
Aku tak dapat (lagi) menahan segala kesakitan (yang membekas dihati)
Sebaiknya kita (aku dan kamu) segera meninggalkan
Ruangan ini (tempat masa lulu kita)
Aku (mau) berbagi meja (tempat) dengannya
(dan) Menuangkan (sebuah) kenangan yang sama (sewaktu aku bersama kamu)
Gurat kesakitan (bersamamu) akan selalu terbayang (dalam anganku)
Sampai kita sama-sama dapat melupakan waktu (masa lalu kita)
(terdengar ) Suara-suara ( mu) memenuhi telinga (ku)
Senyuman (mu) itu membuat( suasana ) panorama (alam) berubah
Aku memandang sekeliling(ku)
(Tak ada kamu ) (dan) Tak ada wajahmu (yang dulu selalu terlihat disini)
(kini) Hanya campuran udara (yang) panas dan asing (bagiku)
Aku tak dapat (lagi) menahan segala kesakitan (yang membekas dihati)
Sebaiknya kita (aku dan kamu) segera meninggalkan
Ruangan ini (tempat masa lulu kita)
2.4
Analisis Puisi Menggunakan Teori Riffeter (Hermeneutik)
2.4.1 Analisis Hermeneutik Puisi Dian hartati “Pendopo”
Bait ke -1
Kami
memilih singgah
Berusaha membangkitkan kenangan
Anak-anak sudah beranjak dewasa
Satu per satu meninggalkan rumah
Berusaha membangkitkan kenangan
Anak-anak sudah beranjak dewasa
Satu per satu meninggalkan rumah
Penulis menceritakan sebuah tempat yang menyimpan kenangan bersejarah sewaktu dia masih bersama kedua anak-anaknya ( si sulung dan si bungsu), tempat tersebut adalah sebuah pendopo. Penulis berusaha membagkitkan sebuah kenangan yang pernah terjadi di pendopo itu, kini anak mereka sudah beranjak dewasa dan satu per satu telah pergi meninggalkan rumah.
Bait
Ke-2
Di kursi kayu
Kami menemukan keriangan si sulung
Dia pernah merayakan ulang tahun
Bersama laki-laki yang kini jadi suaminya
Di kursi kayu
Kami menemukan keriangan si sulung
Dia pernah merayakan ulang tahun
Bersama laki-laki yang kini jadi suaminya
Penulis memberitahukan
kepada pembaca bahwa pada di pendopo tersebut terdapat sebuah kursi kayu yang
menyimpan kenangan, keriangan, senyuman si sulung anaknya ,penulis
memberitahukan bahwa di pendopo tersebut si sulung pernah merayakan hari
jadinya (hari ulang tahunnya) bersama
seorang laki-laki yang sekarang telah menjadi suaminya.
Bait
ke-3
Di meja sebelah kanan dekat pintu
Kami masih merasakan kehangatan ruangan
Hari telah malam
Lantai masih berdansa dengan bahagia
Kala itu kami merayakan hari kelulusan si bungsu
Di meja sebelah kanan dekat pintu
Kami masih merasakan kehangatan ruangan
Hari telah malam
Lantai masih berdansa dengan bahagia
Kala itu kami merayakan hari kelulusan si bungsu
Penulis menggambarkan
kepada pembaca dan memberitahukan bahwa di meja sebelah kanan depan pintu di
pendopo itu penulis menceritakan bahwa mereka masih merasakan kehangatan
ruangan (suasana bahagia yang mengharukan dan tidak dapat dilupakan ) sampai
hari pun telah malam dan suasana bahagia masih terasa disaat mengingat hari
kelulusan si bungsu anaknya.
Bait
ke -4
Saat ini sore telah mengaduk-ngaduk warnanya
Senja yang berbeda karena mata kami kian lamur
hujan di luar dan jemputan belum datang
kami tak bisa berbuat apa-apa
Saat ini sore telah mengaduk-ngaduk warnanya
Senja yang berbeda karena mata kami kian lamur
hujan di luar dan jemputan belum datang
kami tak bisa berbuat apa-apa
Waktu pun berjalan seiring umur
penulis, suasana di pendopo tersebut menjadi usang. Saat ini penulis pun mulai
bertambah umur, ingatannya pun mulai melemah. Tak dapat mengingat lagi semua
kenangan yang pernah terjadi di pendopo itu, hambatan dan masalah terus datang
menghampiri mereka, penulis memberi tahu kepada pembaca bahwa mereka sudah tak
berdaya lagi untuk menghadapi semua itu .
Bait
ke-5
hanya cinta yang membuat kami bertahan
dalam badai sekalipun.
hanya cinta yang membuat kami bertahan
dalam badai sekalipun.
Penulis
memberitahukan hanya kekuatan cinta yang bisa membuat mereka bertahan ,meski
ada ancaman, hambatan, tantangan dan gangguan yang mencoba memisahkan cinta
mereka.
2.4.2 Analisis Hermeneutik Puisi “Weh”
Penulis
mengambil sebuah judul weh, dimana “Weh”
adalah sebuah nama pulau kecil yang terletak di barat laut pulau sumetra.
Penulis menceritakan semua yang terjadi di pulau “weh” ketika dia bersama kekasihnya.
Bait ke-1
Dermaga
jawabannya
Tempat terakhir kita berpelukan
Menitipkan air mata pada masing-masing cerita
Tempat terakhir kita berpelukan
Menitipkan air mata pada masing-masing cerita
Dalam puisi ini penulis menceritakan sebuah tempat yang menyimpan sejuta kenangan yang pernah ia datangi dengan kekasihnya yaitu sebuah dermaga. penulis memberitahukan bahwa dermaga itu adalah tempat terakhir dia dan kekasihnya berpelukan , mereka saling menangis (menitipkan air mata) pada kisah - kisah cinta mereka. Ditempat itu penulis seolah-olah menggambarkan di tempat itu ada suka maupun duka yang pernah dia alami bersama kekasihnya.
Bait ke-2
Ini pulau terujung
Dan kita hanya dapat menyaksikan benteng peninggalan
Aku pergi mengikuti arus laut
Sampai ke daratan india
Meninggalkan kehangatan cinta
Ini pulau terujung
Dan kita hanya dapat menyaksikan benteng peninggalan
Aku pergi mengikuti arus laut
Sampai ke daratan india
Meninggalkan kehangatan cinta
Kemudian Penulis memberitahukan
bahwa dermaga tersebut merupakan pulau terujung dan tempat terakhir yang
menyimpan sejuta kenangan sewaktu ia bersama kekasihnya ,pulau tersebut bernama
pulau “weh”. Dia memberitahukan kepada pembaca bahwa kini di pulau weh hanya ada sebuah tempat peninggalaan yaitu
sebuah dermaga (sebuah benteng peninggalan) .Penulis dalam puisi tersebut
memberitahukan bahwa dia akan pergi sejauh mungkin berjalan mengikuti arus atau waktu sampai dia
dapat menemukan tempat yang indah kembali dan mencoba meninggalkan kenangan
hangat akan kisah cintanya dulu.
Bait ke-3
Tak ada lagi
ciuman
Semuanya telah hilang
Bersama arus biru
Mengawang melesatkan tanda tanya
Semuanya telah hilang
Bersama arus biru
Mengawang melesatkan tanda tanya
Penulis memberitahukan bahwa kini
tak ada lagi kasih sayang dan cinta dari kekasihnya, semua kenangan itu telah
hilang seiring berjalannya waktu yang kini menimbulkan sebuah pertanyaan yang melesatkan
tanda tanya.
2.4.3 Analisis
Hermeneutik “Berbagi Meja”
Bait
ke-1
Kali ini saja
Aku berbagi meja dengannya
Menuangkan kenangan yang sama
Aku berbagi meja dengannya
Menuangkan kenangan yang sama
Pada bait pertama penulis memberitahukan bahwa hanya kali ini saja dia mau mengunjungi sebuah tempat yang pernah menyimpan sebuah cerita bersama mantan kekasihnya dengan kekasihnya yang baru. Dia ingin berbagi sebuah kenangan atau kisah yang sama dengan kekasihnya seperti kisahnya dulu.
Bait
ke-2
Gurat kesakitan akan selalu terbayang
Sampai kita sama-sama dapat melupakan waktu
Gurat kesakitan akan selalu terbayang
Sampai kita sama-sama dapat melupakan waktu
Namun penulis
mengungkapkan isi hatinya bahwa goresan luka ketika dia bersama mantan
kekasihnya itu masih membekas dalam ingatannya dan dia selalu terbayang- bayang
akan kisah itu. Penulis dalam puisi tersebut berharap dia dan mantan kekasihnya
itu bersama-sama bisa melupakan kisah cintanya terdulu (masa lalu).
Bait ke-3
Suara-suara memenuhi telinga
Senyuman itu membuat panorama berubah
Suara-suara memenuhi telinga
Senyuman itu membuat panorama berubah
Penulis memberitahu
kepada pembaca bahwa ia mendengar kembali suara-suara yang tak asing baginya
dan melihat senyuman yang membuat suasana berubah menjadi indah yang ternyata
semuaa itu hanya sebuah bayang- bayang masa lalunya saja.
Bait
ke-4
Aku memandang sekeliling
Tak ada wajahmu
Hanya campuran udara panas dan asing
Aku memandang sekeliling
Tak ada wajahmu
Hanya campuran udara panas dan asing
Ketika suara-
suara itu memenuhi telinganya ,penulis pun langsung memandangi tempat di
sekelilingnya tapi kenyataannya dia tak melihat seorang pun disana yang ada hanya
bekas kenangan masa lalu yang menyakitkan dan asing baginya untuk di ingat
kembali.
Bait ke-5
Aku tak dapat menahan segala kesakitan
Sebaiknya kita segera meninggalkan
Ruangan ini
Aku tak dapat menahan segala kesakitan
Sebaiknya kita segera meninggalkan
Ruangan ini
Penulis
memberitahukan bahwa dia tak dapat lagi menahan rasa sakit yang membekas di
hatinya . Penulis berharap dia bisa melupakan semua yang terjadi di pulau itu
tanpa harus meninggalkan sebuah kisah baru,dan begitu juga dengan mantan
kekasihnya.Akhirnya penulis berfikir untuk segera meninggalkan tempat yang selalu
mengingatkan kenangan masalalunya.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Berdasarkan
uraian dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa puisi karya Dian Hartati
merupakan sebuah apresiasi karya sastra yang indah dan memiliki makna yang
tidak nampak . Puisi karangan Dini Hartati ini banyak menggambarkan tentang kehidupan
sehari-hari terutama masalah dalam keluarga dan percintaan. Untuk menganalisis
makna yang terkandung dalam puisi tersebut penulis menggunakan teori Riffaterre agar lebih mudah
memahami makna dengan melalui
pembacaan heuristic dan hermeneutic.
Sehingga Dapat disimpulkan puisi karya “Dian Hartati”
yang berjudul “Pendopo” menceritakan tempat yang menyimpan sebuah kenangan
sewaktu dulu ketika dia masih bersama kedua anak-anaknya. Puisi yang berjudul “
Weh” menceritakan sebuah pulau terkecil yang menyimpan sejuta kenangan bersama
kekasihnya namun tempat itu hanyalah menjadi sebuah cerita dan masa lalu
penulis. Dan puisi yang berjudul “ Berbagi Meja” menceritakan bahwa penulis
ingin berbagi tempat dan kenangan bersama kekasihnya, namun penulis masih
teringat sebuah kenangan yang pernah terjadi di pulau tersebut dan akkhirnya
penulis memutuskan untuk pergi dari tempat tersebut.
Apa tidak sebaiknya daftar pustaka juga dicantumkan?
BalasHapusTitanium Bike Frame – Steel Frame - TITNC
BalasHapusTitanium westcott scissors titanium bike frame mens titanium rings is a very lightweight frame and will fit just about any modern gold titanium alloy bicycle, silicone dab rig with titanium nail with excellent grip and quickness where is titanium found